SHARE

Analogi Bermain Catur (Ditjen GTK)

CARAPANDANG.COM – Sahabat Guru dan Tenaga Kependidikan ikut memantau duel catur antara Dewa Kipas versus GM Irene Sukandar? Nyatanya guru dan analogi bermain catur memiliki filosofi tersendiri seperti diungkap oleh Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Iwan Syahril.

“Nah, saya membayangkan, ketika seorang guru berhadapan dengan murid-murid yang ada di kelas dan ketika kita percaya bahwa setiap anak itu adalah unik. Maka setiap anak ibarat bidak catur, tapi posisinya berbeda-beda konstelasinya,” kata Dirjen GTK Kemendikbud, Iwan Syahril pada diskusi Temu Pendidik Daring ke-50 yang diselenggarakan oleh Komunitas Guru Belajar Depok melalui kanal YouTube.

“Seorang guru dalam konteks student centered learning itu dikondisikan untuk bisa merespons setiap bidak catur yang berbeda-beda konstelasinya dalam waktu yang sangat singkat. Kadang-kadang kurang dari 1 detik. Itu selalu terjadi dalam setiap proses belajar mengajar, tanpa kita sadari, tapi itulah tuntutan sebenarnya,” sambung Mas Dirjen.

Iwan mengkomparasikannya dengan profesional lain seperti dokter. Menurutnya dokter one on one dengan pasien. Dokter pun dibantu oleh perawat dalam hal pengukuran tensi, berat badan, riwayat penyakit.

“Dokter melayani, dibaca datanya kemudian melakukan pemeriksaan one on one. Lalu ketika selesai memberikan resep yang itu kemudian akan diselesaikan oleh farmasi. Guru melakukan itu semua kalau dalam profesi guru,” ujar Iwan membandingkan kerja profesional dokter dan guru.

Iwan untuk kemudian masih mengibaratkan apa yang dilakukan guru dan dokter.

“Proses semuanya dilakukan oleh guru dan dengan puluhan anak sekaligus, artinya itu ibarat dokter lagi dalam ruang emergency, emergency room dan ada puluhan pasien yang semuanya membutuhkan atensi pada saat bersamaan. Itulah yang sebenarnya dihadapi seorang guru dalam konteks pembelajaran yang berpusat pada murid,” jelas Dirjen GTK Kemendikbud.

“Karena itu pembelajaran berpusat pada murid sangat tidak mudah, sangat menantang sekali. Setelah dia menjadi guru, tantangan yang dihadapinya seperti bidak catur yang berbeda-beda, itu sangat kompleks dan sangat tidak mudah dan mengharuskan setiap guru untuk terus belajar,” imbuh Iwan Syahril.