SHARE

Animal Farm (Obby Foto)

CARAPANDANG.COM – George Orwell merupakan peramu cerita tentang kekuasaan yang andal. Bagaimana “game of thrones” disajikan dengan begitu cerkas. Bukan hanya soal bagaimana meraih kekuasaan, tetapi bagaimana kekuasaan bisa begitu despotik, membekuk pikiran dan raga. Kekuasaan dalam karya Orwell dikisahkan kelam dan hadir bukan untuk kebaikan bersama.

Dalam masa Perang Dunia Orwell ikut dalam Home Guard (semacam milisi untuk mempertahankan Inggris terhadap serangan dari luar) dan bekerja untuk BBC Eastern Service mulai 1941 hingga 1943. Selaku redaksi sastra pada Tribune dia mengisi rubrik tetap komentar politik dan sastra, sambil menulis pula untuk Observer, dan kemudian Manchester Evening News. Alegori politiknya yang unik, Animal Farm, terbit pada 1945, dan novel inilah yang bersama Nineteen Eighty-Four (1949) membuat namanya tenar ke seluruh dunia.

Animal Farm merupakan novel alegori politik yang ditulis Orwell pada masa Perang Dunia II sebagai satire atas totaliterisme Uni Soviet. Membedah sejumlah konsep pada Animal Farm rasanya begitu universal dan relevan dengan konteks kekuasaan yang mengekang. Simak misalnya pada poin “Tujuh Perintah”:

1.Apa pun yang berjalan dengan dua kaki adalah musuh.

2.Apa pun yang berjalan dengan empat kaki dan bersayap adalah teman.

3.Tak seekor binatang pun boleh mengenakan pakaian.

4.Tak seekor binatang pun boleh tidur di ranjang.

5.Tak seekor binatang pun boleh minum alkohol

6.Tak seekor binatang pun boleh membunuh binatang lain.

7.Semua binatang setara.

Seiring halaman demi halaman dari buku ini bagaimana “Tujuh Perintah” tersebut dikangkangi atau “dimodifikasi”. Sidang pembaca akan menemukan bagaimana secara vulgar poin demi poin “Tujuh Perintah” dilaksanakan 180 derajat. Jangan lupakan rasionalisasi alasan yang dikemukakan mengapa “Tujuh Perintah” tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Belum lagi pembelokan kata-kata yang dilakukan.

Maka “Tujuh Perintah” ini masih relevan di segala era, contohnya ketika melihat janji kampanye politikus dan implementasinya ketika berkuasa. Ada pecah kongsi antara perkataan di janji kampanye dengan perbuatan ketika menjabat. Tapi itu di pikiran, emosi, terkadang samar, kita dihadapkan dengan sejumlah data, “fakta”, fanatisme hebat, perkataan para pendengung.