SHARE

Dr. Nurhidayat

CARAPANDANG.COM -  Ada dua persoalan mendasar yang dihadapi perguruan tinggi dalam situasi pandemi wabah covid-19 ini. Pertama covid-19 berdampak kepada persoalan ekonomi dan yang kedua persoalan pembelajaran.

Persoalan pertama begitu terasa bagi perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi swasta. Data dari Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) menyebutkan 50 persen mahasiswanya tidak sanggup membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). Perguruan tinggi swasta (PTS) yang merasakan langsung adalah perguruan tinggi yang memiliki jumlah mahasiswa kurang dari 2.500 orang.  PTS kategori ini jumlahnya sangat signifikan sekitar 75% dari jumlah perguruan tinggi di Indonesia.

Mahasiswa yang kuliah pada PTS kategori ini mayoritas berasal dari keluarga tidak mampu sehingga mereka tidak mampu membayar SPP, Padahal sumber pendapatan utama PTS tersebut berasal dari mahasiswa. Akibat mahasiswa tidak mampu membayar SPP ini tentu berdampak kepada biaya operasional PTS. Sehingga dengan kondisi ini banyak dosen PTS yang belum menerima gaji.

Persoalan ekonomi tersebut juga berdampak kepada persoalan kualitas proses pembelajaran. Dampak pemberlakukan social distancing atau physical distancing dan juga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), mengharuskan dosen mengganti proses pembelajaran online (daring). Proses pembelajaran ini dibutuhkan biaya sementara kemampuan mahasiswa memiliki ketidakmampuan untuk membeli paket atau kuota pulsa. Sehingga pembelajaran daring bagi mahasiswa menjadi kendala bagi mereka.

Masalah lainya adalah bagi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi mereka mengalami kesulitan untuk melakukan riset lapangan dan kesulitan melakukan bimbingan. Sehingga mereka terhambat untuk lulus tepat waktu. Sehingga kondisi ini juga bisa menambah jumlah mahasiswa yang dropout.

Respon Pemerintah

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuat beberapa regulasi yang mengatur persoalan di atas, antara lain Surat Edaran Nomor 302/E.E2/KR/2020 tentang Masa Belajar di Era Pandemi dijelaskan bahwa Penyelenggaraan Program Pendidikan di Perguruan Tinggi harus mengedepankan prinsip memudahkan atau tidak mempersulit pembelajaran selama darurat Covid-19.

Surat edaran ini juga menyarankan kepada perguruan tinggi untuk memberikan subsidi pemberian kuota pulsa untuk mendukung pembelajaran daring. Beberapa perguruan tinggi sudah melakukan itu walaupun pelaksanaannya berbeda-beda dalam memberikan subsidi tersebut. 

Selain itu, Kemendikbud dalam surat edaran ini meminta agar Perguruan Tinggi dapat melakukan upaya kreatif dalam rangka membantu meringankan beban mahasiswa dalam keterbatasan ekonomi. Misalnya subsidi pulsa, logistik, mobilisasi alumni menolong adik-adiknya, atau gotong royong dimana yang mampu menolong yang tidak mampu. Dengan demikian ciri khas masyarakat Indonesia, yakni semangat gotong-royong justru semakin kuat saat menghadapi pandemi ini.

Surat Edaran Nomor 302/E.E2/KR/2020 tentang Masa Belajar di Era Pandemi juga dijelaskan bahwa karya tulis akhir (skripsi) tidak harus berupa pengumpulan data primer di lapangan atau laboratorium. Metode dan waktunya bisa beragam dan fleksibel sesuai bimbingan dari dosen pembimbing. Dalam edaran ini juga menuntut Perguruan Tinggi untuk mengatur kembali jadwal dan metode ujian termasuk ujian skripsi dengan memerhatikan situasi dan kondisi di  kampus.

Dalam Peraturan Pemerintan Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi pasal 15 dijelaskan bahwa ujian dapat diselenggarakan melalui dua mekanisme pertama ujian akhir program studi, dan kedua ujian skripsi. Dalam bidang bidang tertentu untuk program sarjana dapat dilaksanakan tanpa melalui mekanisme ujian skripsi.

Jika menggunakan aturan ini jelas bahwa ujian skripsi itu bisa diganti dengan ujian lainya, peraturan ini berlaku dalam kondisi dan situasi normal. Sehingga dapat disimpulkan dalam situasi dan kondisi normal saja ujian skripsi itu bisa digantikan dengan ujian lain. Tentu hal ini sangat diperbolehkan dalam situasi dan kondisi saat ini. Hal ini juga diperkuat Kemendikbud memperbolehkan ujian akhir di tingkat perguruan tinggi seperti skripsi, tanpa riset ke lapangan. Kebijakan ini diambil, guna memudahkan mahasiswa di tengah ancaman wabah virus corona (Covid-19). Penyelesaian tugas akhir (Skripsi), mahasiswa bisa menggantinya dengan memperbanyak literatur atau metode lain.

Surat Edaran Nomor 302/E.E2/KR/2020 tentang Masa Belajar Penyelenggaraan Program Pendidikan. Poin 1 edaran tersebut dimaksudkan bahwa Kemendikbud memberikan perlindungan bagi mahasiswa yang terancam drop out (DO) akibat terjadinya situasi darurat Covid-19 dengan pemberian kebijakan perpanjangan masa studi selama satu semester.

Bagi mahasiswa yang pada akhir semester (genap) ini terancam drop out (DO), diberikan kebijakan perpanjangan (masa studi) satu semester. Seperti mahasiswa S-1 angkatan 2013/2014 yg berakhir masa studinya di semester ini. Tetapi bukan berarti serta merta semua mahasiswa diperpanjang satu semester. Ini untuk melindungi yang akan DO, diberikan kesempatan perpanjangan satu semester.

Solusi Jangka Pendek

Solusi jangka pendek yang bisa dilakukan oleh perguruan tinggi antara lain, mengatur kembali jadwal (rescheduling) dan merubah metode berbagai ujian termasuk ujian skripsi, tentu dengan memerhatikan situasi dan kondisi di  kampus masing-masing. Ujian bisa diganti misalnya dengan memberikan tugas. Merubah metode penulisan skripsi dari kuantitatif menjadi kualitatif atau kajian pustaka.

Perubahan metode dan rescheduling pada prinsipnya sesuai dengan target capaian pembelajaran yang sudah ditetapkan. Jadwal praktik bisa dilakukan secara online, ujian tengah semester dan ujian akhir semester bisa sesuaikan dengan kondisi dan situasi, begitu juga kalender akademik bisa disesuaikan. Tentu yang tidak boleh ditoleransi adalah mempertahankan kualitas pembelajarannya.

Kuliah Kerja Nyata (KKN) bisa dengan KKN ekuivalensi yakni penilaian yang diberikan kepada mahasiswa dengan cara mengkonversi berbagai jenis kegiatan mahasiswa yang memiliki nilai yang sama dengan KKN. Kebijakan ini tidak bertentangan dengan sistem pendidikan nasional.

Bagi yang sudah memenuhi persyaratan untuk ujian skripsi, perguruan tinggi bisa melakukan ujian skripsi dengan menggunakan ujian online menggunakan berbagai media yang dimiliki. Dengan otonomi yang dimilikinya, perguruan tinggi dapat memberikan fleksibilitas dalam menjaga kualitas lulusan dengan berbagai keterbatasan masing-masing perguruan tinggi.

Semua solusi jangka pendek yang tersebut bisa jadi alternatif pilihan bagi perguruan tinggi dalam rangka menjaga kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, sakaligus sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19). Selamat hari pendidikan. [*]

*Oleh: Dr. Nurhidayat 

Penulis merupakan Kaprodi Manajemen Zakat dan Wakaf Fakultas Agama Islam  Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Dai Ambasador Dompet Dhuafa, Sekretaris DPW IAEI DKI Jakarta dan Sekretaris DPW ADPISI Jabodetabek.

Tags
SHARE